Saudara Sepergerakan : GMKI dan HMI

Dalam bulan Februari ini, dua organisasi mahasiswa dan pengkaderan GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) merayakan pertambahan usianya (dies natalis). GMKI yang berdiri pada tanggal 09 Februari 1950 merayakan pertambahan usia ke 68 dan HMI yang berdiri 05 Februari 1947 merayakan pertambahan usia ke 71. Perbedaan 4 hari ini bukanlah sebuah kebetulan.

*Sejarah*
Kehadiran dua organisasi yang juga sebagai mitra kritis pemerintah tak lepas dari dua tokoh besar Johannes Leimena (GMKI) dan Lafran Pane (HMI). Bila kita lihat sejarahnya, dua tokoh ini mendirikan organisasi dalam usia yang masih muda. Om Jo panggilan akrab Johannes Leimena lahir di Ambon, 06 Maret 1905 ini mendirikan GMKI pada saat berusia 45 tahun, namun 18 tahun sebelumnya Om Jo ikut terlibat dalam pembentukan CSV (Christelijke Studenten Vereeniging) op Java pada 23 Desember 1932, sebuah lembaga cikal-bakal GMKI. Serta dua tahun sebelum CSV berdiri Om Jo terlibat dalam mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung. Jadi bila dihitung Om Jo memulai GMKI pada usia 25 tahun. Om Jo berfikir tentang apa peran yang bisa pemuda dan mahasiswa Kristen dilakukan dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankan Indonesia, maka berdirilah GMKI. Kegiatan yang dimulai dari kelompok doa dengan beberapa mahasiswa yang kemudian berkembang menjadi kelompok diskusi ini terus eksis sampai hari ini dan yang akan datang. Dari situlah bisa dilihat roh GMKI yang sampai saat ini di jaga ialah Penelaahan Alkitab (PA) dan Diskusi.

Lafran Pane mendirikan HMI pada usia 25 tahun. Awalnya karena terjadi kekecewaan yang di rasakan mahasiswa Yogyakarta yang berwadah dalam Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY). Saat itu PMY tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam. Lafran Pane yang saat itu berkuliah di STI (Universitas Islam Indonesia) terdorong untuk membuat organisasi, lahirlah Himpunan Mahasiswa Islam dengan tujuan : mempertahankan Negara Indonesia, mempertinggi derajat rakyat Indonesia, dan menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
Tanggal kelahiran HMI bersamaan dengan tanggal kelahiran Sang Pendiri yang lahir di Padang Sidempuan, 05 Februari 1922.

*Saudara Sepergerakan*
Dalam beberapa daerah yang ada GMKI dan HMI pasti memberikan dampak. Sebagai mitra kritis pemerintah GMKI dan HMI hadir untuk memberikan masukkan, pandangan dengan kajiannya. Kebersamaan tersebut menjadi semangat perjuangan yang akan selalu diingat setiap kader sampai dunia pekerjaan. Sebagai contoh keakraban yang dibangun, dalam Kongres HMI 2018 yang dilaksanakan di Ambon, GMKI Cabang Ambon menyiapkan 1000 kader untuk menjaga dan mengamankan serta mengsukseskan Kongres tersebut. Dan bila kita jauh memandang kebelakang, kebersamaan GMKI dan HMI terlihat saat Presiden Soekarno ingin membubarkan HMI, namun Om Jo mencegahnya. Menurut Ridwan Saidi, Ketua PB HMI , Ketika tokoh-tokoh Islam hendak mencari tempat aman untuk menggelar rapat, Om Jo menyediakan Gereja (GPIB) Imanuel di depan Stasiun Gambir. Ridwan Saidi penasaran mengapa Om Jo melakukannya ? Saidi yang berteman dengan Nanda Leimena, anak Johannes, bertanya: “Kenapa begitu gigih membela Masyumi dan dan HMI ?”

Om Jo memberikan jawaban ringkas : “Pembubaran Masyumi dan HMI sangat bertentangan dengan demokrasi dan HAM.”  

Kebersamaan akan terus ada sampai yang akan datang, ibarat sebagai saudara maka setiap saudara yang sedang mengalami masalah harus saling membantu.

*Tri Panji GMKI dan Yakusa HMI*
Banyak cara mengenal organisasi kemahasiswaan, apalagi apabila orang tersebut adalah kader dari gerakan mahasiswa. Yang bukan menjadi menjadi anggota pun, bisa mengingatnya.
Bahkan ada kesamaan dari cara mengingat organisasi kemahasiswaan walaupun dikemas dalam bahasa yang berbeda.
Dalam GMKI dikenal dengan Tripanji GMKI. Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, dan Tinggi Pengabdian. Biasanya dalam proses perekrutan (masa perkenalan) Tripanji akan menjadi bahan yang disampaikan dan harus diingat bagi setiap anggota dan kader GMKI. Tinggi Iman mengajak setiap kader untuk terus mendekatkan diri kepada-Nya, menghidupi setiap kasih yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Tinggi Ilmu tak bisa dilepaskan dari seorang mahasiswa yang harus terus menuntut ilmu, rajin membaca, selalu mencari tahu. Tinggi Pengabdian merupakan tindak lanjut dari tinggi iman dan tinggi ilmu. Setiap kader GMKI harus mempraktekkan kehidupan spiritualnya dalam medan layanan, gereja, masyarakat, dan perguruan tinggi. Hadir bagi orang yang lemah, memberikan bantuan ke masyarakat, memberikan kesadaran ke setiap masyarakat.
HMI memiliki Slogan yang memudahkannya diingat oleh kalangan masyarakat. Yakusa begitulah terdengarnya. Yakinkan dengan Iman, Usahakan dengan Ilmu, Sampaikan dengan Amal.
Ada kesamaan dalam Tripanji GMKI dan Yakusa HMI. Menempatkan pendekatan spiritual sebagai komunikasi antara manusia dengan Tuhan (Iman) , menjadi manusia pembelajar dengan mengasah ilmu, banyak bertanya (Ilmu) serta harus diaplikasikan ke masyarakat sebagai perwujudan kehadirannya untuk semakin berdampak (Pengabdian/Amal).
Bukanlah sebuah kebetulan akan kesamaan ini, para pendiri sudah mempersiapkannya dengan semangat juang, tak peduli dengan waktu, tenaga, dan harta yang diberikan.

*Transformasi kedepan*
Kalau diibaratkan GMKI dan HMI dalam wujud manusia bukan organisasi, maka manusia yang berusia 68 dan 71 pasti identik dengan seorang kakek/nenek, yang tidak dapat berbuat banyak ketika kala muda dulu.
Organisasi kemahasiswaan selalu dituntut untuk memberikan pemikiran kritisnya dalam melihat lingkungan yang ada. Apabila ada ketidaksesuaian maka harus dibetulkan, apa yang rusak harus diperbaiki. Organisasi kemahasiswaan agar terus berjalan harus mengalami perubahan karena tuntutan jaman. Teknologi informasi salah satunya. Dalam era kekinian semakin banyak masyarakat yang sudah melek terhadap teknologi, banyak media online, membeli barang secara online, sudah serba online eranya. Maka berharap kedepannya , organisasi kemahasiswaan harus melek dengan teknologi, bagaimana mekanisme merekrut anggota secara online, diskusi dilakukan secara online.
Biasanya gerakan mahasiswa dalam menunjukkan sikap kritisnya ke pemerintah melalui demo. Mungkin kedepan bisa melakukan demo namun di media sosial dengan tetap mengutamakan kajian. Mendekatkan diri dengan rekan-rekan media sebagai cara menyebarkan sikap kritisnya.
Besar harapan apa yang dilakukan GMKI dan HMI adalah jawaban atas setiap permasalahan yang ada. Terima kasih gerakanku dan himpunanku.

Tulisan ini didedikasikan untuk seluruh civitas GMKI dan HMI yang merayakan pertambahan usianya serta sukses dan lancar Kongres HMI 2018 di Ambon.

Sarindan Harry Salomon Sinaga
Sekretaris Cabang GMKI Bogor