Segera Terbit Kataberkata ; Pengrajin Patah Hati

Kataberkata

Ada yang menjadi fokus bagi Wildan F. Mubarock dalam menuangkan kata demi kata. Bagian fungsi dan makna dibiarkan berganti peran. Fenomena disejajarkan dengan kegamblangan di tiap baris dan pilihan katanya. Menyusun posisi sebagai “serangan” tafsir yang kadang jadi gelombang unik jika diperhatikan. Bentuk puisi yang “main-main” dan berusaha untuk mengajak kita lebih baik setiap membacanya.

Sedikit demi sedikit, Wildan F. Mubarock melangkah dalam jalan “pencarian” seorang pemerhati realita di sekitarnya. Banyak sindiran, renungan dan konsentrasi pada isi. Gejala aneh dari zaman edan adalah sumber inspirasinya. Akan mengasyikannya jika Wildan F. Mubarock menangkap sesuatu dalam ungkapan-ungkapan khasnya tersebut. Terlebih lagi, tema-tema yang mengusik batin Wildan F. Mubarock sangatlah dekat dengan keseharian kita yang sering luput karena dianggap biasa.

Bacaan Lainnya

Wildan F. Mubarock mempunyai usaha untuk tetap waras, tidak sedang ingin mengada-ada. Ia bicara lantang di tengah kelengahan kita. Ujaran miris, ironi dan menonjok kesadaran kita. Kegilaan rupanya tidak pernah benar-benar jauh, buktinya Kataberkata. Hai, waktunya sekarang tiba, ayo biarkan kata sendiri yang berkata!

Pengrajin Patah Hati

Mengalir dan memberi kesan-kesan mendalam pada pertemuan, jatuh hati atau ditinggalkan—Teguh Syafaat sedang bergumam lembut. Tepat ke telinga, saat membaca puisi-puisinya, terasa sekali kata demi kata menjadi bangunan puitik. Tidak canggung dalam mengolah latar perasaan, tangga dramatik suasana dan artistik peristiwa. Sudah menjadi kebahagiaan tersendiri, ketika menikmati puisi-puisi Teguh, saya dihanyutkan diam-diam. Dari hilir kesunyian ke muara pergolakan jiwanya.

Sesekali, pembaca dihadapi sebagai lawan bicara dalam puisinya, dibuat terdiam. Ada bimbang yang diulang-ulang, kemesraan yang serasa dipulangkan sampai patah hati paling dirindukan dalam puisi-puisi melankolisnya. Ibarat sepasang mata, puisi bagi Teguh, akan selalu menangis sepedih-pedihnya atau terharu bahagia sampai berlupa.

Puisinya seperti tidak sedang berteriak, hanya kekalutan tapi mengiris-iris. Sebuah pelukan khas dari kata-katanya, mengasuh dan merawat pertanyaan. Bukan mengharap jawaban, sang penyair malah asyik menikmati diri dalam kegamangan.

Faisal Syahreza, Penyair/Memeluk Kehilangan