Tanah Karya Bulan Biru

Pagi itu adalah pagi yang cerah, aku segera berkemas untuk sekolah. Hari ini adalah hari jumat, berarti aku pulang dengan jalan kaki.
“Thank You Teachers and Friends,” ucap kami semua. Waktu pulang sudah tiba, aku segera turun ke lobby, bersiap untuk jalan. Aku mengganti pakaianku, menjadi jaket terusan berwarna hitam selutut dan dalaman hitam. Kebetulan aku memakai butsku ke sekolah karena Ibu guruku ingin mencontohkan kepada teman-temanku seperti apa buts yang harus kami pakai saat perayaan “Halloween” sekolah. Memang terlihat jika aku sangat tidak nyaman mengenakan buts itu, namun aku sebenarnya merasa sangat nyaman. Aku sudah sampai di dekat indomaret Jl. Padi.

“Ga ada ongkos lu, val?” teriak Rena dari mobil alphardnya.

Ya, begitulah jika temanmu cemburu karena orang yang ia sukai menyukaiku. Aku terus berjalan tanpa henti.

Bacaan Lainnya

“Val!” sahut Xarius sambil meminggirkan mobil CRVnya.
“Eh hi,” balasku.
“Mo kemana? Kok sendiri?”tanyanya.
“Pulang, iya soalnya aku lagi mo jalan, ga mau pake motor, kan nambah polusi sama nambah ongkos,”terangku.
“Sini masuk, aku anterin,”ajaknya.
“Ga usah, repotin Xar,”tolakku.
“Udah gapapa, masuk aja,”ajaknya lagi.
“yaudah, makasih”ucapku sambil membuka pintu mobilnya dan masuk.

Mobilnya mulai melaju lurus dengan kecepatan 90km/jam. Aku menelfon mamaku untuk memastikan jika putrid tunggalnya ini aman.

“Val, kamu mau ga kita mampir dulu ke popolo?”tanyanya.
“Emang kenapa?”tanyaku balik.
“Nongkrong sambil nyelesaiin PR Science tadi,” jawabnya.
“Ga sampe malem kan?” pastiku.
“Iya,”balasnya
“Sama siapa aja? Cuman berdua?”tanyaku lagi.
“Sama Marsha and Vincent,” jawabnya.

Aku menelfon mamaku, meminta ijin jika aku ingin nongkrong di popolo bersama Xarius, Vincent dan Marsha, tidak sampai larut. Mamaku mengijinkanku, namun mamaku juga menitip pesan agar aku selalu waspada dan berhati-hati, apalagi saat aku menuju pulang.

“Gimana?”tanyanya langusng setelah aku menutup telfon mamaku.
“Boleh,”ucapku.
“Oke,” lanjutnya

Telfon genggam Xarius bordering. Karena Xarius sedang menyetir, aku disuruh menerima telfon itu. Itu adalah Vincent, ia menyampaikan bahwa 5 menit lagi ia akan tiba disana bersama Marsha. Itu adalah waktu yang sama dengan waktu sampai kami. Kami? Sejak kapan aku dan Xarius menjadi satu dengan kata kami? Sejak tadi ya, ahahah tawaku dalam hati. Aku tidak bisa menahan senyumku, senyumku mulai terlihat dan pipiku mulai memerah tanpa aku sadari. Ternyata kami sudah sampai. Tepat waktu, Vincent dan Marsha juga baru sampai. Aku, Xarius, Vincent dan Marsha segera memesan beberapa makanan dan memilih tempat duduk diluar. Vincent mentraktir Marsha, dan oleh karena itu Xarius ingin mentraktirku, namun sayang aku bukan orang yang gampang ditraktir. Aku lebih memilih membayar semua makananku sendiri. Ia terus membujukku namun tetap aku tolak. Hehehehe. Xarius diam-diam mengenggam tangan kananku. Aku reflek menoleh kepadanya dan ia sudah menyodorkanku sebuah suapan serealku. Aku tahu bahwa itu kepenuhan dan jika 3 detik aku biarkan tangannya seperti itu, aku jamin 100% bahwa serealnya bakal tumpah. Oleh karena itu, aku segera membuka mulut dan menerima suapannya itu. Untung Vincent dan Marsha lagi asyik bermain ML. Sekarang sudah jam 5, kami berencana untuk mengerjakan PR Matematika kami.

“Val,”panggil Xarius.
“Ya?”jawabku.
“Nih buat kamu,” ucapnya sambil memberiku sebuah kalung emas putih dengan liontin yang bentuknya seperti sebuah logo yang mengabungkan huruf X dan V.
“Serious? Thanks ya,” ucapku.
Terkadang mereka menanyakanku beberapa pertanyaan untuk PR Matematika ini. Setelah itu kami mengerjakan tugas IPA kami yang harus dikumpulkan lewat e-mail malam ini, tidak lebih dari jam 7. Tugas IPA kami adalah mengerjakan “Experiment Report”. Oh ya, tadi kami mengerjakan sebuah eksperimen dengan membedah kodok lagi, ya untuk yang kedua kalinya untuk aku, Vincent dan Marsha tapi pertama kalinya untuk Xarius karena ia adalah murid yang baru masuk kelas 7. Aku dipasangkan dengan Xarius dan Marsha dipasangkan dengan Vincent. 1 jam berlalu dengan sangat cepat, tugas-tugas kami telah selesai. Xarius menawarkanku untuk pulang bersamanya. Aku menerimanya karena hari sudah gelap. Ingat, hanya karena hari sudah gelap! Bukan karena aku ingin menemuinya lebih lama lagi.

“Val, tadi aku liat si Rena ngejek kamu lagi ya? Dasar caper!” ucapnya.
“Kamu liat ya?hehe biarin lah dia baik kok, jangan bilang gitu. Dia sama kaya yang lain kok, dia kaya gitu kan karena orang yang dia suka itu suka sama orang lain,”celetusku.
“Kamu tuh baik amat ya, dia udah ngejek kamu tapi kamu masih aja belain dia,” pujinya.
“Biasa aja kok,”ucapku sambil menoleh ke kaca mobilnya yang basah terkena hujan.
“Susah lho nemuin orang yang kaya kamu, and yep that’s the reason why 143,”

Aku segera menoleh kepadanya dan memberikan tatapan terima kasih. Kami akhirnya sampai di rumahku, Xarius sempat mampir sebentar dirumahku lalu ia segera pergi kembali ke rumahnya. Ibuku berterima kasih, juga aku. Setelah itu ia pulang sambil mengendarai mobilnya. Seperti biasa, aku terus menatap mobilnya sampai mobilnya menghilang dari pandanganku.

 

penulis: Bulan Biru, Pelajar dari Kota Hujan

@BULANBIRU