Bupati Dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Masih Banyak PR | Headline Bogor

Sembilan tahun sudah, Ibu Bety Nurbaeti dibantu Kang Ade, Guru Ngaji di Perumahan Bukit Sakinah, mengabdikan diri untuk mendidik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Kecamatan Leuwiliang dan sekitarnya, di Kabupaten Bogor. Gerakan sosial yang dilakukan oleh Ibu Bety ini didasari oleh minimnya pemahaman masyarakat sekitar terhadap ABK. Kondisi demikian terjadi lantaran mayoritas pendidikan orang tua ABK dan masyarakatnya tergolong rendah. Sehingga kebanyakan dari mereka tidak tahu bagaimana caranya menghadapi kondisi demikian. Bahkan, tidak jarang masyarakat menganggap bahwa ABK adalah anak tidak normal alias gila dan harus dijauhi dari interaksi sosial sehari-hari.

Sementara itu kepedulian pemerintah sekitar terhadap kondisi ini masih berupa anjuran seperti meminta orang tua ABK untuk menyekolahkan anaknya ke Sekolah Luar Biasa (SLB) tanpa melihat latar belakang ekonominya terlebih dahulu. Akhirnya, karena tidak tahu harus berbuat apa, para ABK ini dibiarkan begitu saja tanpa mendapatkan penanganan khusus. Tidak dipungkiri para ABK ini sendiri kerap mendapatkan perundungan dari anak-anak sekitar, lantaran mereka dianggap berbeda.

Pendidikan ABK ini dilaksanakan dari Senin-Kamis, pukul 08.00-12.00. Awalnya penyelenggaraan pendidikan ABK oleh Ibu Bety dilakukan di masjid dekat rumah tinggalnya, di Perumahan Bukit Sakinah Barengkok. Namun, seiring jalannya waktu, ABK perlu dikenalkan dengan alat permainan edukatif (APE) sebagai stimulus rangsang, penyelenggaraan pendidikan dipindahkan ke ruang tamu rumah. Proses pendidikan di ruang tamu ini berlangsung selama 6 tahun. Selain mendapat pendidikan melalui APE, ABK pun dikenalkan dengan benda-benda yang biasanya terdapat di dalam rumah. Hingga pada 2014, hasil dari assessment PT. Astra Internasional di banyak daerah menempatkan Desa Barengkok, tempat Ibu Bety tinggal, sebagai salah satu daerah terpilih yang mendapatkan bantuan CSR.

Bantuan ini berdasarkan berbagai potensi dan kebutuhan daerah dalam hal peningkatan literasi. Selain itu keberadaan pendidikan ABK yang dilakukan oleh Ibu Bety dan Kang Ade menjadi faktor lain yang membuat desa ini dipercaya mendapatkan bantuan dari CSR PT. Astra Internasional. Bantuan ini berupa bangunan rumah untuk kegiatan literasi masyarakat desa bernama Rumah Pintar yang berlokasi di Kampung Dahu, Barengkok.

Sejak saat itu, Kepala Desa Barengkok memberi amanah kepada Ibu Bety untuk menjadi pengelola Rumah Pintar dan kegiatan mengajar ABK dipindahkan ke sana.

Sejak pindah ke Rumah Pintar, murid ABK Ibu Bety mulai bertambah banyak. Saat ini tercatat ada 7 murid ABK yang dititipkan oleh orang tuanya kepada Ibu Bety di Rumah Pintar. Lantaran muridnya semakin bertambah, Ibu Bety dan Kang Ade memutuskan untuk merekrut relawan sebagai tutor baru yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan dan tinggal di Desa Barengkok. Akhirnya Ibu Bety mendapatkan 4 tutor baru bernama Asep (SMA), Anti (SMA Tebruka), Resti (SMA Terbuka), dan Tulus (S1 Uhamka).

Karena kegiatan belajar di Rumah Pintar murni gerakan sosial, maka pemilihan tutor pun tidak didasarkan pada latar belakang pendidikan dan semacamnya, melainkan atas dasar kerelaan hati dan kemauan para tutor untuk berbagi.

Jarak rumah para relawan ke Rumah Pintar ini sendiri lumayan jauh. Setiap hari para relawan harus mengeluarkan uang sendiri untuk akomodasi. Rumah Pintar ini sendiri merupakan bangunan yang dibangun di atas tanah dengan luas 500Ha, maka pasokan listrik yang dibutuhkan pun cukup banyak. Belum lagi dalam kegiatan sehari-hari, Ibu Bety dan rekan harus memenuhi kebutuhan sendiri seperti membeli makan, minum, dan kebutuhan alat pendidikan tambahan. Karena orang tua ABK hanya berinfak semampunya untuk biaya pendidikan anaknya, maka untuk memenuhi kebutuhan itu semua.

Ibu Bety dan rekan mencoba memenuhinya dengan cara berjualan makanan dan prakarya untuk dijual di UMKM dan Koperasi sekitar. Namun, hasil yang didapatkan tidak mampu menutupi biaya pengeluaran setiap bulannya. Tercatat biaya pengeluaran Rumah Pintar ini mencapai 5 juta rupiah dengan rincian 3 juta akomodasi relawan (tutor) dan 2 juta biaya operasional Rumah Pintar.

Pada Jumat malam (15 Desember 2017), saya mendapatkan kabar bahwa dua relawan (tutor) Rumah Pintar menyatakan mundur dari kegiatan mengabdi (mengajar) ABK di Rumah Pintar Barengkok ini. Karena kabar itu, maka Saya Muhammad Iqbal Tawakal, pegiat di Kofarkor dan Sintas Dokumenter yang pernah terlibat dalam penyusunan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbud, mengajak semuanya untuk iuran, membantu memenuhi biaya operasional Rumah Pintar setahun ke depan agar penyelenggaraan pendidikan ABK bagi masyarakat dengan ekonomi rendah dapat terus berjalan.

NB: Saat ini ada murid ABK Rumah Pintar bernama Danendra sudah diterima di sekolah umum dan sisanya telah mampu berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

Oleh
Iqbal Tawakal