Dinilai Cemarkan Nama Baik, Pengacara PPKLB Ajak Riswanto Taubat dan Saling Memaafkan

KOTA BOGOR – Paguyuban Pedagang Kaki Lima Bogor (PPKLB) mengklarifikasi adanya aksi premanisme dan pengancaman yang disampaikan oleh Paguyuban Pedagang Pasar Mawar di media sosial. Pihak PPKLB menilai, pernyataan itu tidak benar dan mencemarkan nama baik.

Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum PPKLB, Banggua Tambunan dalam konferensi pers, di kawasan eks gedung Presiden Theater, Jalan Merdeka, Kecamatan Bogor Tengah, pada Sabtu (10/9).

Tambunan menegaskan bahwa, pernyataan Paguyuban Pedagang Pasar Mawar itu tidak benar. Karena pihaknya merupakan sebuah paguyuban pedagang, buka preman. Sebelumnya, menurut Bangua, Riswanto yang seorang pedagang Pasar Mawar menyatakan adanya aksi premanisme dan pengancaman terhadap pedagang Pasar Mawar sehingga kembali berjualan di kawasan eks Presiden Theater. Dan mengadukannya kepada DPRD Kota Bogor dan Polsek Bogor Tengah bersama Padma, Ketua Paguyuban Pasar Mawar.

Merespons itu, Tambunan mengatakan bahwa, tindakan dan pernyataan tersebut dilakukan tanpa dasar dan tanpa bukti. Dia meminta Riswanto untuk bertaubat, dan menyelesaikannya secara baik-baik dengan sesama pedagang. Dalam kesempatan itu, Tambunan berharap kepada Riswanto untuk sadar dan melakukan pendekatan serta saling bermaaf-maafan karena tujuan berdagang adalah untuk mencari nafkah, bukan mencari musuh.

“Kalau tujuannya adalah untuk mencari nafkah, ya sudah berbaik baikan lah dengan teman teman paguyuban,” pesan Tambunan.

Pihaknya juga menyinggung pernyataan Patma di media sosial yang menuding adanya pungutan liar (Pungli). Menurutnya, pernyataan tersebut tanpa bukti dan telah melanggar UU ITE. Sementara itu, Krisniati dan Eem, pedagang Pasar Mawar yang kembali berjualan di kawasan eks Presiden Theatre mengaku tidak ada paksaan ataupun ancaman yang dialami.

“Tidak ada yang menghalang halangi,” kata ibu Kris.

Dirinya mengaku kembali pindah di eks kawasan Presiden Theatre karena di Pasar Mawar tidak ada pembeli. Lokasi tersebut dinilai tidak layak menjadi pasar karena tidak ada parkir dan menjadi “jalan mati” yang tidak dilewati angkutan umum.

(DR)