KOTA BOGOR – Menjelang 20 Oktober dimana Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Ma’ruf, Se Bogor menggelar mimbar bebas dan kegiatan sosial di sekitaran Tugu Kujang Kota Bogor. Kegiatan ini bertujuan untuk mengingatkan kembali Presiden untuk segera menuntaskan permasalahan yang ada, baik isu di skala nasional maupun isu turunan yang berada di daerah khususnya di Bogor.
Berdasarkan pantauan, para mahasiswa, melakukan gerakan sosial, yaitu pembagian makanan dan minuman kepada masyarakat pengguna jalan. Menurut mereka, gerakan sosial tersebut berangkat dari kepedulian beberapa kampus yang ada di BEM Se Bogor yang menyisihkan sedikit keuangannya untuk dikumpulkan yang kemudian dibelikan beberapa bantuan yang bisa diserahkan kepada yang membutuhkan secara langsung.
Dalam kesempatan ini, para mahasiswa menyoroti beberapa hal, diantaranya, disahkannya Undang- undang nomor 11 tahun 2020 ciptakerja. Yang masih terdapat kontroversi yang menjadi banyak perdebatan dikalangan masyarakat.
Untuk permasalahan double track Bogor-Sukabumi, peserta aksi menilai, proyek ini banyak menimbulkan beberapa permasalahan bagi masyarakat. Yaitu, kerusakan pipa PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, yang diakibatkan adanya material yang jatuh menimpa pipa air PDAM Tirta Pakuan.
“Kerusakan inipun berdampak kepada terganggunya pasokan air bersih kepada 35.000 pelanggan Tirta Pakuan dan sudah dua kali kejadian seperti ini terulang. Tentunya diperlukan adanya peringatan oleh Pemkot Bogor kepada kontraktor,” ujar peserta aksi.
Untuk isu nasional, para mahasiswa menolak pelemahan KPK. Satu diantaranya, pemecatan 57 pegawai KPK pada 30 September 2021, sehingga persepsi publik kian menjadi skeptis terhadap kinerja KPK. Padahal Komnas HAM dan Ombudsman sudah memeriksa dan melaporkan pelanggaran di KPK dengan baik.
“Sorotan Hukum TWK sebagai metode pemberhentian Pegawai, Kepastian hukum penyelenggaraan TWK bagi pegawai KPK merupakan rangkaian agenda dari pengalihan status pegawai KPK menjadi berstatus Pegawai ASN, yang pangkal pengaturannya bersumber dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya.
Menurut mereka, konsepsi status pegawai KPK secara jelas dinyatakan dalam Pasal 1 nomor 6, yaitu pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.
Dalam Pasal 69B dan 69C menyebutkan bahwa pengalihan status penyelidik atau penyidik KPK beserta pegawai KPK menjadi berstatus ASN dilakukan dalam jangka waktu maksimal 2 tahun setelah UU a quo berlaku yang ketentuannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengaturan lebih lanjut mengenai proses pengalihan status tersebut dilanjutkan
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2000 tentang Pengalihan Pegawai Komisi. (*)