Headline Nasional | KPK Tetapkan Lima Tersangka Dalam Perkara Restitusi Pajak PT. WAE

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi suap terkait dengan pemeriksaan atas restitusi pajak PT WAE tahun pajak 2015 dan 2016.

Sebagaimana diatur pada Pasal 44 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK telah menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi dan data yang relevan hingga terpenuhinya bukti permulaan yang cukup, maka KPK meningkatkan perkara ini ke tingkat Penyidikan.

Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyidikan dan menetapkan lima tersangka, sebagai pemberi yakni DM (Komisaris Utama PT. WAE (sebelum Tahun 2017) dan Komisaris PT. WAE (sejak Tahun 2017)). Empat tersangka lain sebagai penerima yakni YD (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga, Kanwil Jakarta Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil), HS (Supervisor Tim Pemeriksa Pajak PT. WAE di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Tiga), JU (Ketua Tim Pemeriksa Pajak PT. WAE), dan MNF (Anggota Tim Pemeriksa Pajak PT. WAE).

Atas dugaan tersebut, sebagai pemberi, tersangka DM disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Untuk empat tersangka lain disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kami sangat menyesalkan terjadinya suap dan kongkalikong Tim Pemeriksa Pajak dengan wajib pajak. Semestinya, pajak yang dibayarkan digunakan untuk pembangunan yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat. Namun dalam perkara ini, pembayarannya direkayasa sedemikian rupa.

Alih-alih perusahaan sebagai wajib pajak membayar pajak ke negara, dalam kasus ini justru ditemukan Negara yang harus membayar klaim kelebihan bayar pada perusahaan. Praktik seperti ini pasti mencederai hak masyarakat yang telah sadar membayar pajak untuk pembangunan. (*)