Senja Karya Bulan Biru

Hari ini adalah hari Sabtu. Aku diundang ke sebuah pesta bersama dengan Xaverius jika kalian mau tahu saja kami sebatas sahabat. Sahabat ya. Kebetulan rumah kami berseberangan jadi aku putuskan untuk ikut bersama mobilnya. Semua berjalan dengan baik sampai saat aku pergi ke kamar mandi dan setelah aku ingin keluar dari kamar mandi ada seperti seseorang yang menarikku dari belakang membuatku kaget dan hampir terjatuh. Untungnya aku tidak memakai sepatu berhak yang biasa para perempuan pakai agar terlihat lebih tinggi dan elegan. Aku temukan wajah seorang perempuan yang seumuran denganku yang sekarang sedang menatapku dengan tatapan tajamnya. Ia memojokkanku ke salah satu tembok kamar mandi lalu menceramahiku.

“Lu Valen kan. Si tomboi dan si sok tumblr. Lu tau gue kan? Kalo belom tau nama gue Istna Xaverius Chandra.” Ia memperkenalkan dirinya sambil berdiri tepat di hadapanku.

“Ya kenapa Ist? Kamu mau minta apa?”jawabku.

“Pura-pura baik. NIce one, drama queen. Ngapain lu deket-deket Xaverius. Lu kira dia mau apa sama lu? Dia punya gue oke, dan nama gue itu ada nama dianya. Lu udah tau kan? Hmm oke, jadi gue hanya berpesan agar lu jangan deketin dia karena dia punya gua. Ya memang kita udah putus, bahkan udah seringkali putus tapi akhirnya jadian lagi setelah beberapa hari. Dia ga bisa hidup tanpa gue. Dan ya gue bingung dong kenapa dia ga minta balikan padahal ini udah kaya satu minggu. Gie cari-cari kesehariannya tanpa gue dan ternyata ada lu dalam hidup dia. Dasar ya lu!” ceramah Istna.

“Apa hubungannya Ist. Lagian kamu ngapain coba ngarep dia balikan, kamu aja yang minta balikan. Aku cuman sahabat dia dan dia juga cuman sahabat bagi aku. Jadi udah yah ini udah mulai sore, aku mau pulang,”terangku sambil membuka pintu kamar mandi dan berjalan keluar.

“Nyeramahin gue lu hah? Oh gitu ehhh sebentar lu pulang sama Xaverius kan. Ga boleh ya Val. Tempat duduk depan mobil dia hanya untuk gue, dan kayanya kalo lu ga ada dia bakal nyariin tapi kalo lu udah meninggal dia kan pasti sama gue. Hmm jadi gimana ya, apa gue bunuh lu aja?”tanyanya sambil menatap siletnya. Sebelumnya ia menarikku dan memojokkan ku ke tembok persis di luar kamar mandi.

Istna tiba-tiba mulai menyerangku, aku tangkis tangannya berkali-kali dan mencoba menghindar namun Istna bukanlah saingan yang sebanding bagiku jika ia membawa silet di tangannya yang bisa kapan saja melukaiku. Tanganku sudah beberapa terkena goresan siletnya. Aku tetap menangkisnya sampai satu waktu ia mendorongku dan membuatku jatuh. Ia langsung mendekatiku. Aku pejamkan mataku karena takut. Jika ini adalah hari terakhir dalam hidupku maka terima kasih Tuhan karena telah memberikanku keluarga yang sangat baik dan peduli terhadapku dan terima kasih telah menghadirkan sahabat-sahabat yang sangat-sangat mengerti diriku. Aku tersenyum dan sebentar, mengapa aku masih hidup? Aku membuka mataku dan melihat Xaverius yang tengah berdiri di depanku membelakangiku.

Hi babe. Mau anterin aku pulang?”katanya.

“Nga Ist. Aku cuman mau bilang, apa yang baru kamu lakuin ini ga bener. Tolong jangan diulang ya dan kan kita udah putus jadi gausah panggil aku dengan kata -kata yang mesra lagi ya,”terang Xaverius sambil lalu membalikan badannya.

What do you mean, sayang?”katanya sambil mendekati Xaverius dan menggengam tangannya.

“Perasaan aku ke kamu cuman perasaan sayang sebagai sahabat. Kamu sahabat aku, kaya yang lainnya. Ini udah mulai sore, aku mau pulang dulu. Lu pulang juga aja, udah malem. Gue balik ya. Yuk Val,”terang Xaverius sambil membantuku berdiri. Istna segera enyah dari pandangan kami.

BTW, aku ada perasaan sama kamu, dan itu cinta,”ucap Xaverius sambil menatapku lekat-lekat. Hanya orang-orang yang mengenalku dengan jelas yang biasa memanggilku dengan “Mei”. Aku sendiri tidak tahu dari mana Xaverius tahu kalau nama panggilanku adalah “Mei”.

Aku bimbang, aku tidak tahu harus membalas mencintainya dan menyakiti hati Istna atau melepaskan ini semua. Malaikat berbaju putih itu terbang dan berkata, “Jangan sakiti ia, bukankah kau juga mencintainya?” Kata-kata itu terus menghantuiku walaupun si malaikat telah lenyap.

“Aku juga tapi Istna gimana?”tanyaku sambil mencoba untuk berdiri.

Forget about her, I don’t love her. Dia gitu banget. Dia kaya gamau pertahanin aku, harus aku yang minta balikan, harus aku terus yang pertahanin dia. Males. Eh kayanya otot di betis kamu kebelek sama siletnya deh. Ga bisa jalan ya? Aku gendong aja ya,”ucapnya sambil mengendongku.

“Ini menarik perhatian banyak orang, Xav. Udah gapapa, turunin aja,” kataku.

“Nga, ntar malah tambah sakit kakinya,”terangnya sambil mengendongku.

“Wuhuuu ada pengantin juga tuh kayanya disitu, cie-cie,”ucap si host acara pernikahan ini. Semua orang mulai bertepuk tangan dan aku sungguh malu. Xaverius mendatarkan wajahnya dan aku mencoba untuk mengumpatkan wajahku dengan menempelkannya di jas Xaverius.

“Makasih,” ucapku sambil menatapnya. Udara disini terasa dingin karena AC di mobil grab ini dinyalakan dengan suhu 17 derajat.

“Ya, kaki sama tangan kamu banyak amat besetannya, ada satu, dua, tiga, empat, lima. Ada lima, astaga Istna-Istna,”ucap Xaverius sambil membersihkan lukaku walau sudah aku tolak untuk dibersihkan.