Headline Nasional | Terkait RUU Pertanahan,  Riza Patria : Tugas Kita Memastikan Adanya Keadilan

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Riza Patria (F-Gerindra) menyampaikan, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanahan di tingkat Panitia Kerja (Panja) telah selesai pada 9 September lalu. Saat ini, Panja menyerahkan draf RUU kepada fraksi untuk di dalami dan dikoreksi. Ia berharap RUU Pertanahan dapat selesai periode ini, sehingga bisa memberikan kepastian hukum, keadilan dan manfaat bagi masyarakat.

“Tanah merupakan sumber utama kehidupan. Untuk itu tugas kita memastikan adanya keadilan terkait urusan peradilan. Kita aharus memastikan sistemnya baik. Tidak hanya mengurus pemodal besar, tetapi juga masyarakat yang tidak memiliki uang,” jelas Riza saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik Panja RUU Pertanahan Komisi II DPR RI melaksanakan sosialisasi dan diskusi RUU Pertanahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tangerang, Banten, Kamis (12/9/2019).

Di tempat yang sama, Anggota Komisi II DPR RI Abdul Hakam Naja menyampaikan, meskipun penyusunan RUU dalam Panja sudah selesai, namun, masih ada beberapa isu yang harus dibicarakan, antara lain terkait perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU), hak memiliki atas hak pengelolaan dan peradilan untuk masyarakat hukum adat. Terhadap masyarakat hukum adat, dijelaskan Hakam, untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat hukum adat.

Ia menegaskan, RUU Pertanahan memberikan penguatan kepada pemerintah daerah untuk memastikan dan memberikan alat hukum agar hak tanahnya tidak diambil pihak tidak bertanggungjawab. “Negara harus melindungi masyarakat hukum adat agar mereka tidak kehilangan hak mereka karena tidak memiliki bukti hukum yang kuat atas kepemilikian tanah tersebut. Penguatan pemerintah daerah agar tidak memarjinalkan mereka dalam mendapatkan haknya,” tandas legislator F-PAN itu.

Selain itu, terkait Hak Milik atas Hak Pengelolaan (HPL), pihaknya berharap RUU ini tidak memberikan ruang sedikitpun melalui frasa dalam RUU yang berakibat lepasnya aset negara. Menurutnya, jika ada satu frasa dalam RUU yang memperbolehkan HPL menjadi hak milik, ini sama dengan memberikan ruang untuk melepaskan aset negara. Ia mempersilahkan jika tanah negara akan dimanfaatkan untuk Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB), tapi tidak untuk kepemilikan.

“Karena ada satu kasus dimana pengadilan tidak bisa memenangkan aset negara karena HPL dijadikan hak kepemilikan, ini harus diperhatikan,” tegas Hakam seraya berharap RUU ini bisa menyelesaikan problematika pertanahan Indonesia serta memberikan intrepretasi terhadap UU PA dan tap MPR Nomor 9 Tahun 2001. Turut hadir dalam Kunspek ini Anggota Komisi II DPR RI Henry Yosodiningrat (F-PDI Perjuangan), Sirmadji (F-PDI Perjuangan), Firman Soebagyo (F-Golkar), Azikin Solthan (F-Gerindra), Rohani Vanath (F-PKB), Firmansyah Mardanoes (F-PPP) dan Tamanuri (F-NasDem).

(dpr.go.id)