JAKARTA – Dalam beberapa hari terakhir, video Panglima TNI yang memberikan instruksi kepada komandan satuan bawahan mengenai penanganan demonstrasi di wilayah Rempang, Kepulauan Riau, telah menjadi viral.
Video ini menarik perhatian masyarakat karena terdapat pernyataan Panglima yang menginstruksikan prajuritnya untuk merangkul masyarakat yang terlibat dalam demonstrasi.
Menyikapi hal ini, Laksda TNI Julius Widjojono, Kapuspen TNI, menjelaskan bahwa terdapat salah paham dari masyarakat terkait pernyataan tersebut karena konteksnya berbeda.
“Jika video tersebut dilihat secara lengkap, Panglima TNI sebenarnya sedang menjelaskan bahwa demonstrasi yang terjadi di Rempang telah berpotensi mengarah ke tindakan anarkis yang bisa membahayakan baik aparat maupun masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, dia meminta semua pihak untuk menahan diri,” kata Kapuspen TNI dalam konferensi pers di Ruang Balai Wartawan, Puspen TNI, pada Jumat (15/9).
Lebih lanjut, Kapuspen TNI menyampaikan bahwa Panglima TNI telah memberikan instruksi kepada Komandan Satuan untuk melarang prajurit menggunakan alat atau senjata saat mengamankan demonstrasi di Rempang.
Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya korban, sehingga lebih baik menurunkan personel lebih banyak daripada menggunakan peralatan yang berpotensi berbahaya.
“Panglima mengatakan, jangan menggunakan senjata, melainkan lebih baik menurunkan personel untuk mengamankan demonstrasi tersebut,” jelasnya.
Tentang istilah “piting memiting,” Laksda Julius menjelaskan bahwa ini adalah bahasa khas prajurit yang digunakan dalam konteks forum prajurit. Istilah ini sebenarnya mengacu pada upaya prajurit untuk mendekati dan merangkul masyarakat agar terhindar dari bentrokan.
“Terkadang, bahasa prajurit seperti ini bisa disalahartikan oleh masyarakat yang tidak terbiasa dengan bahasa tersebut,” tambahnya.
Laksda Julius juga memahami bahwa kesalahpahaman ini dapat terjadi, dan Panglima TNI sangat berharap agar kekerasan tidak dijawab dengan kekerasan. Dia menekankan pentingnya pembelajaran dari banyaknya korban yang terjadi di kedua belah pihak, baik aparat maupun masyarakat, sebagai akibat dari konflik ini.
“Harus diingat bahwa dalam konflik ini, kerugian pasti akan dialami oleh aparat dan masyarakat Indonesia,” tandasnya. (*/DR)