Adinda
Waktu serasa berhenti
saat kau tersenyum, Adinda.
Dadaku berdebar
waktu mencuri pandang,
sebab senyummu jelas bukan untukku.
Kau hanya melintas.
Namun dalam ingatanku,
caramu berjalan tetap membekas.
Entah kenapa,
saat melihatmu, aku selalu ingin mengusir
perasaan-perasaan khawatir.
Aku khawatir
sebuah perkenalan justru melukai, umpamanya.
Kota Hujan, 2016
Menyimpan Diam-diam*
Memandangmu
adalah peristiwa yang menyejukkan segala.
Deretan gigimu adalah jeruji
dan ingatanku satu-satunya tahanan di sana.
Caramu tersenyum
membuat diriku memilih dipenjarakan.
Maafkan aku, puan.
Sebab telah lancang
menyimpan senyummu diam-diam.
Kota Hujan, 2016
*Dimuat di Radar Bogor edisi Rabu, 11 Januari 2017.
Sepasang Punggung
Kau menghabiskan waktu
dengan mendengarkan lagu.
Aku menikmati waktu
dengan melihat punggungmu.
Punggungmu,
ya, punggungmu.
Terasa begitu dekat saat kutatap,
namun terasa begitu jauh
saat ingin kusentuh.
Ada yang salah,
jelas ini ada yang salah!
Kesalahan bukan lahir
dari yang kutatap,
barangkali aku yang terlampau lemah
untuk bergerak.
Kota Hujan, 2016