SEBELUM RISAU JADI PISAU
Oleh : Yogen Sogen
Telah kau peram angin jantan
Menjejal dada betinamu
yang menganga ketika langit matamu terbuka
Di rambut dan leher malam yang bugil
Telah kita pahami
Dunia yang pasang di awal waktu kau membuka dadamu pada semesta
Dan waktu adalah pisau di sudut silsilah rahimmu
Kau pun aku sama memahami, dua mata dan kaki adalah pembunuh pada betina di singgasana musim ujung pikiranmu
Ketika tuan duduk lengah
Dan menaruh cahaya di bawah kakimu
Maka perhitungan akan mengelupas pada bulan mati di bawah rambutmu yang ranggas
Risau dan pisau adalah tunas kesepian ketika rahim pikiranmu kau jadikan prematur
Dan dendam kesumat akan bangkit
Pada matamu di dua pertiga malam yang pedang
Kita harus menyisir gelagat angin pada hitungan setiap helai rambutmu
Karena sebatang besi yang kau jadikan pisau ia tak pernah mengerti untuk apa ia jadi pisau
Dan risaumu adalah pisau yang masih sembunyikan belatinya
Meraunglah jika risaumu membatu dalam buana betinamu yang pasi.
(Merayu pikiran menuju subuh di kota sunyi)
Bogor, 12 September 2017
Kota Sunyi
oleh; Yogen Sogen
Ada sebuah kota
ada sebuah puisi
ada sebuah entah
mereka berbicara
mereka terpenjara
mereka bukan peziarah
berulang menyimak pulang
berdiam menggigil di setiap ruang
doa-doa tak pernah menjulang
bahkan tuhan belum berpetualang
pada larik-larik sunyi
mereka bernyanyi
tanpa nyali bernada sembunyi
lalu ketika mereka bertemu
pada waktu yang semu
wajah-wajah yang tak sebelumnya bertamu
di garis kota
Antara mata dan kata
tak ada yang nyata
sesekali menatap fakta
selengkapnya dusta
karena kota itu mati sebelum kata jadi bunyi
hingga terkapar di makam sunyi
Aku…
(perupa yang suka duduk di ujung subuh)
Kota Hujan 12 September 2017.