PABARU SUNDA 1955 CAKA SUNDA DI ISTANA KEPRESIDENAN CIANJUR | Headline Bogor

CIANJUR – Bengkel Studi Budaya (Bestdaya) menggelar tahun baru kalender sunda yang disebut Pabaru Sunda 1955 Caka Sunda di Istana Kepresidenan Cipanas, Minggu (19/08/2018). Pada kesempatan itu, Bestdaya juga sekaligus meluncurkan dan mensosialisasikan kalender sunda.

Kegiatan yang digelar senja hingga malam hari itu, juga dihadiri oleh para Raja dan Sultan se-Nusantara. Diterbitkannya kembali kalender sunda yang sempat hilang, diapresiasi para Raja dan Sultan yang hadir. Bahkan hadir juga perwakilan dari Inggris dalam tema acara pelestarian budaya tersebut.

Penggiat Budaya Bestdaya, Miranda H Wihardja mengatakan, Pabaru Sunda adalah pergantian tahun dalam kalender Kala Sunda. Perayaan ini selalu dilakukan sebuah perayaan bagi masyarakat sunda tentunya untuk memperlihatkan rasa syukur kepada sang pencipta terhadap waktu yang telah dilalui, waktu yang sedang dijalani juga waktu yang akan datang.

“Ketika sekelompok masyarakat yang menghuni suatu wilayah mampu menciptakan sistem yang menata dan menandai waktu, maka hal ini diartikan bahwa di dalam kelompok masyarakat sebelumnya sudah ada serangkaian aktivitas atau kegiatan yang membutuhkan penandaan waktu,” ungkapnya kepada headlinebogor.com, Minggu (19/08/2018).

Menurutnya, secara tidak langsung bisa disimpulkan bahwa kelompok masyarakat ini (Sunda, red) sudah sampai pada sebuah puncak peradaban pemahaman akan perlunya membagi dan menandai waktu untuk berkegiatan.

“Uraian mengenai kalender yang dituangkan adanya sistem penanggalan dalam sebuah masyarakat, menunjukkan bukti untuk mengukur derajat peradabannya, sedangkan ketelitian dalam sistem penanggalan tersebut memperlihatkan ukuran ketinggian daya pikir atau intelektual suatu masyarakat” jelas Miranda.

Penemuan kembali atau refinding Kala Sunda, oleh Ali Sastramidjaja, kata Miranda, sangat berpengaruh terhadap penanggalan sejarah atau pun rekonstruksi sejarah.

“Peringatan dan Perayaan Pabaru Sunda ini dilandasi oleh adanya urgensi untuk menyebarkan kembali Sistem Penanggalan Kalender Sunda yang telah hilang selama 500 tahun,” ungkapnya.

Dia menyebutkan, ciri khas dari Pabaru Sunda ini adalah panganan khasnya yaitu ketan hitam dan ketan putih. Terdapat 12 jenis makanan yang diperkenalkan, di antaranya lima makanan berdasarkan hari pasar, tujuh makanan berdasarkan hari yang tujuh, kemudian 12 sebagai makna dari jumlah bulan, maka menjadi Paraketan.

“Maknanya merekatkan setiap insan manusia yang mau memahami Sistem Penanggalan Kalender Sunda,” sambung Miranda.

Selain itu, disampaikan dia, kalender sunda berangkat dari adanya kebutuhan juga untuk memanfaatkan kembali sistem penanggalan oleh masyarakat yang mencakup seluruh aspek-aspek kehidupan manusia.

“Semoga Peringatan dan Perayaan Pabaru Sunda Tahun 1955 Çaka Sunda (Hurang Tembey) menjadi ajang pelestarian dan pengembangan kearifan budaya lokal yang Cerdas Berbudaya,” tutupnya.

(Zie)