Samakan Persepsi Penanganan Penyalahgunaan Narkotika, BNN Gelar FGD Bersama Kementerian dan Lembaga Terkait

Samakan Persepsi Penanganan Penyalahgunaan Narkotika, BNN Gelar FGD Bersama Kementerian dan Lembaga Terkait
Dok. FGD BNN RI bertajuk Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Bersama Nomor 1 Tahun 2024 di The Alana Hotel & Conference Center, Sentul City, Kabupaten Bogor/DR)

KABUPATEN BOGOR – Badan Nasional Narkotika Republik Indonesia (BNN RI) melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Bersama Nomor 1 Tahun 2024 di The Alana Hotel & Conference Center, Sentul City, Kabupaten Bogor, pada Senin (25/11).

Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat sinergi dalam penanganan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Kepala BNN RI, Marthinus Hukom, menekankan pentingnya penyamaan persepsi antara berbagai pemangku kepentingan.

“Kami memiliki kewajiban moral untuk mengumpulkan semua stakeholder terkait, seperti penyidik, kejaksaan, Kementerian Kesehatan, Polri, BNN, Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, hingga Kementerian Hukum dan HAM, untuk terus menyamakan persepsi,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Ia juga menyoroti pelaksanaan proses assessment terpadu untuk mengurai berbagai masalah hukum di bidang narkotika, khususnya yang menyangkut para pengguna.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, pengguna narkotika diarahkan untuk menjalani rehabilitasi. Namun, dalam praktiknya, proses ini kerap menemui tantangan, terutama dalam membedakan antara pengguna dan pengedar.

“Ketika seseorang ditangkap, dilakukan assessment untuk menentukan apakah dia pengguna atau pengedar, berdasarkan data intelijen dan hasil penyelidikan. Hasil assessment ini akan menjadi rekomendasi yang dilengkapi dalam berkas perkara dan menjadi dasar keputusan hakim, termasuk keputusan rehabilitasi jika direkomendasikan,” jelas Marthinus.

Dalam kesempatan tersebut, Marthinus juga menanggapi maraknya kios-kios yang menjual narkotika jenis obat-obatan keras tertentu terlarang. Ia menjelaskan bahwa penanganan terhadap kasus tersebut bergantung pada jenis barang yang dijual.

“Kalau yang dijual adalah narkotika, BNN atau Polri yang akan menanganinya. Namun, jika itu berupa obat-obatan terlarang, maka itu berada di bawah kewenangan Polri dan Badan POM, sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan,” terangnya.

Marthinus juga mengingatkan bahwa modus operandi pengedar narkoba semakin canggih. Para pelaku terus mencari cara untuk menghindari jeratan hukum, sehingga penegak hukum harus mampu mendahului mereka dengan mempelajari potensi perubahan modus operandi.

“Penyidik harus selalu lebih maju dengan mempelajari perubahan-perubahan yang dilakukan oleh pelaku. Ini adalah upaya kita untuk memastikan bahwa langkah-langkah penegakan hukum berjalan efektif,” tambahnya. (DR)