Terkait Somasi Sembilan Bintang, Kantor Kemenag Kota Bogor Masih Diam

Picsart 22 10 25 11 24 36 477

KOTA BOGOR – Terkait somasi Kantor Hukum Sembilan Bintang terkait dugaan pelanggaran Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bogor terus bergulir.

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, dalam Pasal 3 ayat (10) dan ayat (15) serta Pasal 4 ayat (2) dan ayat (6) dan ayat (8) ada kewajiban dan larangan seorang Pegawai Negeri Sipil yang harus dipatuhi yakni dengan segera melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui adanya hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara terutama di bidang keuangan.

Terkait dugaan tersebut, saat dimintai konfirmasi melalui whatsapp terkait somasi tersebut, Kepala Kantor Kemanag Kota Bogor hanya dibaca. Dan saat dimintai tanggapannya di Kantor Kemenag Kota Bogor yang berada di Jalan DR. Semeru Kelurahan Kebon kelapa, Kecamatan Bogor Tengah, Kepala Kemanag dan jajarannya sedang tidak ada di kantor.

Bacaan Lainnya

“Mohon maaf Mas, Kepala bersama jajarannya hingga Kasubag sedang tidak ada di kantor, karena seminggu ini kami sedang ada banyak kegiatan,” ujar salah satu karyawan Kantor Kemenag Kota Bogor, Selasa (25/10).

Sebelumnya diberitakan, Kantor Hukum Sembilan Bintang melayangkan Somasi ke Kantor Kemenag Kota Bogor. Dimana Kuasa Hukum AM dari Kantor Hukum Sembilan bintang menjelaskan bahwa Somasi tersebut ditujukan kepada :
1. Kepala Kementerian Agama Kota Bogor;
2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kemenag Kota Bogor;
3. Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kemenag Kota Bogor; dan
3. Kepala Pengawas Madrasah Kemenag Kota Bogor.

Pasalnya mereka merupakan selaku Pengarah, Penasihat dan Pembina dalam susunan Pengurus Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah Tingkat Kota Bogor Periode Tahun 2016-2019 sebagaimana yang termuat dalam Surat Keputusan Kepala Kantor Kementerian agama Kota Bogor Nomor 78 Tahun 2016 tentang Pengukuhan Pengurus Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah Tingkat Kota Bogor Periode Tahun 2016-2019.

“Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Bogor, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah dan Kepala Kelompok Kerja Pengawas Madrasah Kementrian Agama Kota Bogor, harusnya melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai Penasehat, Pengarah serta Pembina, yang mana apabila keputusan yang disepakati oleh Pengurus KKMI Kota Bogor yang merupakan Forum Kepala Madrasah Ibtidaiyah se-Kota Bogor itu salah serta berpotensi menimbulkan akibat hukum yang fatal. Sebagai penasihat, pengarah serta pembina harusnya memberikan saran ataupun kritik bahkan keputusan yang bisa menghindari perbuatan yang bersifat melawan hukum bukan justru membiarkan keputusan tersebut untuk tetap dilaksanakan,” ujar Kuasa Hukum AM.

Tentunya Hal tersebut, lanjutnya, menunjukan tidak berjalannya Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama Kota Bogor sebagaimana diatur dalam Pasal 726 dan Pasal 727 huruf b dan f Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama, sehingga patut diduga telah terjadi “Permufakatan Jahat” dan “Pembiaran” sejak awal, sehingga kami melihat Klien kami menjadi “korban” didalam perkara ini.

Selain itu Kuasa AM menambahkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dalam Pasal 3 ayat (10) dan ayat (15) serta Pasal 4 ayat (2) dan ayat (6) dan ayat (8) ada kewajiban dan larangan seorang Pegawai Negeri Sipil yang harus dipatuhi yakni dengan segera melaporkan kepada atasannya apabila mengetahui adanya hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara terutama di bidang keuangan.

“Selain itu juga wajib membimbing bawahan, akan tetapi dalam hal ini kami menduga telah dilanggar oleh Kepala Kementerian Agama, Kepala Sub Bagian TU, Kasi Pendidikan Madrasah serta Ketua Pokjawas Madrasah Kota Bogor yang menyebabkan permasalahan ini terjadi, Seharusnya sebagai penasihat, Pembina dan pengarah di KKMI Kota Bogor sejak awal jangan ada tindakan atau perbuatan “pembiaran” yang menyebabkan permasalahan ini terjadi,

Tentunya perbuatan pembiaran tersebut, Kuasa Hukhm AM melihat, sudah dikategorikan melanggar hukum sebagaimana yang di atur dalam Pasal 23 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berisikan

“Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan,” ujarnya.

(DR)