KABUPATEN BOGOR – Konflik tanah di Kampung Luwuk, Desa Cijeruk, Kabupaten Bogor semakin memanas akibat saling klaim antara penggarap dengan PT BSS terhadap tanah seluas 40 hektar.
Kali ini Kuasa Hukum penggarap dari Kantor Hukum Sembilan Bintang mendatangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor meminta kepastian hukum terkait surat permohonan penetapan tanah terlantar terhadap sertifikat hak guna bangunan (SHGB) Nomor 6 Tahun 1997 atas nama PT. BSS.
Kuasa Hukum Penggarap, Anggi Triana Ismail menilai sikap diam Kantor BPN baik pusat maupun daerah telah memperburuk situasi. Anggi mengingatkan, bahwa Pasal 27, Pasal 34, dan Pasal 40 UU No. 5 Tahun 1960, serta Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021, memberi kewenangan kepada BPN untuk menindaklanjuti tanah yang terlantar atau tidak memenuhi ketentuan.
“Dari dasar itu, BPN harus tegas dan bersikap sebagaimana pemangku kebijakan. Jika tidak, konflik ini bisa berkepanjangan dan menciptakan korban-korban tidak berdosa,” ujar Anggi di Kantor BPN Kabupaten Bogor, Kamis (2/11).
Penggarap juga membuat aduan ke Presiden RI dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI agar menegur serta memeriksa atau mengaudit kinerja lembaga BPN yang diduga telah mengabaikan perintah undang-undang terkait pengecekan dan verifikasi fakta serta data atas tanah-tanah yang diduga terlantar.
“Saya berharap negara hadir di garis depan dalam menyelesaikan setiap prolematika sengketa atau konflik pertanahan, yang selalu berakhir dengan kerugian bagi para penggarap yang tidak bersalah,” tambah Anggi.
Sementara itu, melalui kuasa hukum, penggarap tengah menempuh upaya hukum lain dengan melaporkan kepolisian terkait kasus ini.
“Kamipun sedang menempuh upaya hukum lain untuk melayangkan gugatan dan laporan kepolisian,” tandasnya. (DR)