KABUPATEN BOGOR – Pemilik Yayasan Fajar Hidayah, Puti Draga Rangkuti menilai, esksekuai yang dilakukan Pengadilan Negeri (ON) Kela IA Cibinong, Kabupaten Bogor berjalan sepihak. Karena menurutnya, sejauh ini pigaknya tidak pernah dilibatkan dakam proses musyawarah atau peradilan.
Puti menuding jika Abdul syukur selaku penggugat memberikan keterangan palsu kepada pengadilan. Hingga menyebabkan dirinya tidak bisa menghadiri proses peradilan. Dia pun menduga Abdul Syukur telah bersekongkol dengan pihak desa atas surat peradilan yang ditujukan kepada dirinya.
“Jadi surat peradilan itu tidak pernah sampai kepada saya, hingga saya tidak bisa datang sebanyak 4 kali yang menyebabkan eksekusi ini terjadi,” kata Puti, Selasa (30/11).
Puti pun menjelaskan awal kasus pihaknya dengan Abdul Syukur terjadi. Menurutnya, Abdul Syukur merupakan tukang daripada pembangunan dua unit rumah yang digunakan Yayasan Fajar Hidayah.
“Saya mendirikan yayasan ini dari tahun 1999 dengan suami saya, nah tukangnya itu bernama Abdul Syukur. Terus dia menjadi mandor, dia bangun lah atas intruksi kita tentunya karena dia bukan kontraktor ya. Terus dia bangun ini (yayasan-red) masih beres, bangun di Sentul masih beres. Tapi sampai di Delta Bekasi dia sudah banyak hutang. Sedangkan di sana roboh masjidnya, bangun sekolah hanya tiangnya saja. Sedangkan kami sudah bayar sama dia Rp3,7 miliar,” jelas Puti.
Tak sampai disitu, menurutnya, Abdul Syukur mengklaim jika pihak Puti memiliki hutang sebanyak Rp2,3 miliar. Namun setelah di audit oleh Polres Bogor, uang yang telah dibayarkan oleh Fajar Hidayah sebanyak Rp3,7 miliar itu kelebihan bayar.
“Kami pastikan Abdul Syukur tidak punya bukti atas hal itu. Kami juga mempertanyakan itu kepada Abdul Syukur, dia (Abdul Syukur) malah jawab buktinya ada di sini (sambil nunjuk kepala). Tapi ini malah dimenangi (oleh PN) gara-gara perkara palsu, yang dimana saya dan suami saya tidak hadir karena suratnya tak pernah sampai kepada kami. Sementara kami semua ada buktinya, ada bon pembayaran,” cetus Puti.
“Dalam putusan itu pun tidak ada sita jaminan. Dan perkara itu juga di Delta bukan di sini, di rumah saya. Apa dasarnya mengeksekusi rumah saya. Laporan saya gak pernah digubris, apa saya tidak punya hak hukum?,” tegas Puti.
Atas eksekusi tersebut, pihak Yayasan Fajar Hidayah berencana kembali melakukan perlawanan sebagai upaya merebut kembali haknya dan memperjuangkan 50 anak yatim piatu yang sudah dididik dan dibesarkannya.
“Ada sekitar 50 anak yatim-piatu di sini. Mereka dari berbagai daerah. Ada yang dari Aceh, korban tsunami. Ada yang dari Padang dan daerah lainnya. Kami harap ada keadilan di sini,” kata Puti.
Sebelumnya diberitakan, proses eksekusi rumah yang ditempati Yayasan Fajar Hidayah sebagai tempat yatim piatu di Komplek Pesona Amsterdam Blok I 11 Nomor 31 dan 32 Desa Ciangsana, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor berlangsung ricuh. Kericuhan terjadi saat sebuah kendaraan alat berat berupa forklift juga truk angkel diiringi masa pengeksekusi, merangsek masuk ke halaman rumah.
Eksekusi diawali dengan pengangkutan sejumlah kendaraan roda empat dan lebih yang menjadi benteng pihak tereksekusi untuk mencegah eksekusi tersebut masuk ke area rumah.
Proses pengangkutan itu menimbulkan ketegangan. Mereka terlibat cekcok hingga aksi dorong mendorong pun tak terhindarkan. Bahkan, jeritan histeris pecah saat barang-barang di dalam yayasan tersebut diangkut satu persatu oleh petugas ekseskusi yang melibatkan sipil, Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Cibinong, Satpol PP Kabupaten Bogor, dan jajaran Polres Bogor.
Juru Sita PN Kelas IA Cibinong, Iman Hanafi mengatakan jika eksekusi tersebut dilakukan setelah proses pengadilan dilakukan. Dimana PN telah menetapkan keputusan itu dalam surat Penetapan Ketua PN Cibinong Nomor 20/Pen.Pdt/Eks/2021PN.Cbi Jo Risalah Lelang Nomor 341/32/2021 tanggal 24 Agustus 2021.
“Jadi berdasarkan keputusan tersebut kami lakukan eksekusi ini. Karena proses pengadilan semua sudah berjalan,” kata Iman di lokasi, Selasa (30/11).
“Untuk barang-barang yang diangkut ini nanti akan disimpan di tempat penampungan,” sambung Iman.
Menurutnya, proses eksekusi ini adalah kali kedua yang dilakukan pihaknya. “Untuk eksekusi pertama gagal karena anak-anak di yayasan saat itu berdiri di depan rumah, menghalangi petugas,” jelas Iman. (*)