Komisi III Soroti Pendekatan Polisi di Penanganan Pulau Rempang

Dok. Anggota Komisi III DPR RI - Nasir Djamil/net)

JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menyoroti perihal konflik antara kepolisian dan masyarakat adat di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

Dia menekankan bahwa polisi harus menjalankan peran mereka untuk melindungi dan mengamankan masyarakat, bukan mengancam atau membahayakan masyarakat adat.

“Oleh karenanya kami meminta aparat untuk melindungi rakyat. Jadi polisi wajib melindungi rakyat,” tegas Nasir Djamil, Jumat (8/9)

Bacaan Lainnya

Konflik ini bermula ketika warga Rempang mendengar kabar bahwa Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) bersama pihak berwenang akan melakukan pengukuran di Pulau Rempang.

Pada Kamis, 7 September, terjadi kerumunan di Jembatan 4 Barelang antara warga dan aparat gabungan, yang akhirnya berujung pada penggunaan gas air mata dan bentrokan.

Nasir Djamil juga mendesak Kapolri untuk mengevaluasi tindakan anggotanya di Pulau Rempang. Dia mengkritik pendekatan kepolisian yang kurang persuasif dan berharap langkah-langkah preventif lebih awal dapat diambil untuk mencegah insiden serupa di masa depan.

“Masyarakat adat istilahnya punya tempat dalam struktur sosial dalam desa bahkan nasional. Kita sangat menyayangkan peristiwa itu. Seandainya langkah preventif dan mendeteksi pencegahan lebih awal dilakukan,” kata Politisi Fraksi PKS ini.

Selain itu, Nasir meminta Presiden Joko Widodo untuk turun tangan dalam menyelesaikan konflik agraria di Indonesia, termasuk di Pulau Rempang. Dia berpendapat bahwa permasalahan ini harus selesai sebelum masa jabatan Presiden Jokowi berakhir pada tahun 2024.

“Ini harus segera diselesaikan tenggat waktu 2024. Karena sebaiknya konflik pertanahan harus segera diselesaikan. Kalau tidak ini akan menjadi api dalam sekam dan akan menjadi beban bagi presiden berikutnya,” jelasnya.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menjelaskan bahwa pembebasan lahan dilakukan untuk proyek Rempang Eco City, tetapi sebagian masyarakat menolaknya. Upaya musyawarah dan relokasi telah dilakukan, namun konflik tetap berlanjut.

Proyek Rempang Eco City menjadi proyek strategis nasional pada tahun 2023 dan berpotensi menggusur ribuan warga Pulau Rempang dan Galang. (*/DR)